Tradisi Sedekah dalam Budaya Jawa

Tradisi Sedekah dalam Budaya Jawa

Istilah sedekah yang dipakai dalam ungkapan Jawa berasal dari istilah Arab ṣodaqah yang dalam kamus bahasa Arab diartikan sebagai pemberian dengan tujuan mendapatkan pahala (dari Tuhan). Namun pengertian yang dipahami oleh orang Jawa terhadap sedekah itu pun mengacu pada bentuk-bentuk pemberian.

Dalam konteks sedekah pada beberapa upacara tradisi Jawa motivasi atau tujuan serta cakupan dari sasaran pemberian menjadi berubah atau mengalami transformasi, sebagaimana yang disampaikan oleh W.J.S Poerwodarminta, Sedekah berarti selamatan memperingati atau mendo‟akan arwah juga berarti makanan (bunga-bungaan dan sebagainya) yang disajikan kepada orang halus (penunggu).

Tradisi Sedekah dalam Budaya Jawa

Motivasi atau tujuan bukan lagi sebagai bentuk bantuan, tetapi lebih cenderung merupakan persembahan, yang dengan persembahan itu diharapkan akan mendapat imbalan berupa pahala dari yang diberi persembahan. Cakupan pemberian sedekah tidak lagi tertuju kepada orang-orang yang dalam keadaan menderita kesusahan secara ekonomis, tetapi kepada sesuatu dzat yang dipercayai sebagai penjaga dusun, penjaga sawah, penjaga laut yang tidak kasat mata.

Manusia pada dasarnya ingin hidup damai berbahagia serta tenteram dan selamat dari berbagai mara bahaya. Hal yang demikian terutama bagi orang-orang yang berpaham animisme dan dinamisme dalam kelompok masyarakat yang memegang tradisi dengan jalan memberikan sesaji kepada roh halus yang dianggap mempunyai kelebihan yang dapat menunggu, menjaga, dan melindungi dirinya.

Orang-orang sekarang yang menghaturkan sesaji kepada tempat-tempat yang angker atau tempat-tempat yang gawat, kepada batu besar, gunung-gunung, atau makam, tidak lain maksudnya adalah sama seperti orang primitif yang menghaturkan sesaji kepada dewa-dewanya. Orang-orang sekarang pun takut kepada tempat-tempat angker atau takut kepada penghuni yang mbaurekso tempat itu.

Manusia yang mempunyai kepercayaan seperti itu masih dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di sekeliling kita, mulai dari hal-hal yang besar seperti menanam kepala kerbau pada awal bagunannya sebuah proyek besar sampai menaruh jajan pasar lengkap dengan cermin dan telur di pematang sawah untuk menambah hasil panen, terutama oleh masyarakat Jawa.

Kuatnya tradisi tentang kepercayaannya kepada roh atau makhluk halus yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Roh-roh atau makhluk halus yang dipercayai oleh masyarakat Jawa adalah seperti yang tertulis oleh Clifford Geerts dalam bukunya “The religion of Jawa” yang sudah diterjemah kedalam bahasa Indonesia menjadi Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa.

Dia menggambarkan makhluk halus itu sebagai berikut:

1. Memedi (roh yang menakut-nakuti)

Memedi disebut juga hantu (spooks) yaitu makhluk halus yang hanya menakut-nakuti dan mengganggu orang, tetapi biasanya tidak merusak benar dan tidak begitu membahayakan. Sebagaimana namanya memedi secara harfiyah berarti tukang menakut-nakuti. Memedi laki-laki disebut gendruwo dan memedi perempuan dinamakan wewe, antara gendruwo dan wewe mempunyai anak dinamakan tuyul.

2. Lelembut (roh yang menyebabkan kesurupan)

Yaitu jenis roh yang menyebabkan orang kesurupan. Jenis roh ini biasanya terdiri dari gendruwo, setan, demit, dan jin. Roh ini dianggap sangat berbahaya bagi manusia karena apabila bertemu dan masuk dalam tubuh manusia akan menyebabkan sakit, gila, dan bis berakhir dengan kematian.

3. Tuyul (makhluk halus yang karib)

Yaitu anak kecil yang telanjang tapi bukan manusia, oleh orang-orang Jawa disebut wewe, tuyul tidak menakut-nakuti atau menyakiti bahkan sebaliknya dapat diminta bantuan untuk mencari harta dan ingin cepat kaya. Orang biasanya berhubungan dengannya dengan cara bersemedi.

4. Demit (makhluk halus yang menghuni suatu tempat)

Yaitu makhluk halus dan mungkin mau membantu keinginan manusia. Mereka bertempat tinggal di tempat-tempat keramat yang disebut punden yang ditandai dengan reruntuhan candi (mungkin sebuah patung kecil yang sudah rusak), pohon beringin besar, kuburan tua sumber air yang hampir tersembunyi, dan beberapa fotografis semacam itu.

5. Danyang

Danyang pada umumnya adalah nama lain dari demit (yang akar Jawa berarti roh). Dia bertempat tinggal tetap pada sebuah punden. Dia tidak mengganggu atau menyakiti orang melainkan bermaksud melindungi. Berbeda dengan demit, danyang adalah roh tokoh desa yang masa hidupnya sebagai pendiri desa. Mereka menerima permohonan orang yang meminta tolong dan sebagai imbalannya adalah menerima selamatan.

Umumnya untuk berhubungan dengan makhluk-makhluk tersebut maka orang Jawa mengadakan tradisi ritual, diantaranya adalah mengadakan sedekah untuk keselamatan. Sedekah yang semula sebagai pemberian berubah menjadi semacam persembahan. Sedekah dalam budaya Jawa biasanya berbentuk upacara selamatan

Selamatan adalah upacara makan bersama, yang dalam bahasa Jawa disebut wilujengan, adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir semua ritus dan upacara sistem religi orang Jawa pada umumnya dan menganut agami Jawi pada khususnya.

Selamatan dapat dilaksanakan untuk memenuhi hajat seseorang, sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati, ditebus atau disucikan. Kejadian itu semacam perkawinan, khitanan, kematian, mendirikan bangunan, sakit, dan lain sebagainya. Selamatan mempunyai ciri dengan adanya hidangan yang khas (masing-masing selamatan berbeda-beda menurut maksud selamatan itu).

 

Tradisi Sedekah dalam Budaya Jawa

Mdigital

Berbagi materi informasi dan pengetahuan digital online

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *