Pada tanggal 25 November 2015, UNESCO telah memberi penghargaan keris Indonesia sebagai warisan budaya non bendawi. Awalnya keris yang berfungsi sebagai senjata dalam duel atau peperangan, saat ini lebih lebih merupakan benda aksesori busana, simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
Beberapa Karakter Keris
Keris di setiap daerah memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam penampilan, fungsi, teknik garapan, serta peristilahan. Di kalangan pecinta keris secara umum ada beberapa karakter yang membedakan keris yang satu dengan lainnya kalau dilihat dari dhapur, pamor, warangka, pendhok, deder, mendhok dan tangguhnya.
1. Dhapur Keris
Dhapur keris adalah tipologi bentuk bilah sesuai dengan kelengkapan ricikannya. Menurut Haryono Haryoguritno, dalam bukunya “Keris Jawa antara Mistik dan Nalar”, mengidentifikasi ada 240 jenis dhapur. Sedangkan menurut Serat Centini, naskah kuno yang dapat digunakan sebagai referensi jenis-jenis dhapur keris yang pakem, mencatat ada 115 macam dhapur dengan rincian:
- keris lurus ada 40 macam dhapur,
- keris luk-3 ada 11 macam dhapur,
- keris luk-5 ada 12 macam dhapur,
- keris luk-7 ada 8 macam dapur,
- keris luk-9 ada 13 macam dhapur,
- keris luk-11 ada 10 macam dhapur,
- keris luk-13 ada 11 macam dhapur,
- keris luk-15 ada 3 macam dhapur,
- luk-17 ada 2 macam dhapur,
- keris luk-19 sampai dengan luk-27 masing-masing ada 1 macam dapur.
2. Pamor Keris
Pamor adalah pola gambar berwarna putih keperakan berupa garis, lingkaran, lengkung, titik, atau pola-pola tertentu yang nampak pada permukaan bilah. Pola gambar tersebut terjadi bukan karena digrafir, tetapi muncul karena jenis logam yang berbeda. Bahan pamor terbaik adalah meteorit.
Pamor meteorit memenuhi syarat teknis (kerasnya), aspek visual (warna kelabu dengan nuansa sangat menarik dan berwibawa), aspek spiritual (karena berasal dari langit, dianggap sebagai karunia/berkah istimewa dari Tuhan).
3. Warangka Keris
Warangka atau sarung keris adalah komponen keris yang mempunyai fungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung.
Warangka mula-mula dibuat dari kayu jati, cendana, timoho, dan kemuning. Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi warangka sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.
Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian: angkup, lata, janggut, gandek, godong, gandar, ri serta cangkring. Jenis lainnya adalah jenis warangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan warangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong, dan gandek.
4. Pendhok Keris
Pendhok keris adalah semacam selongsong tembaga, kuningan, gongso, perak, atau emas yang biasa dipakai untuk menutup gandar dari sebuah warangka. Pendok keris modelnya bermacam-macan, ada model Yogyakarta, Surakarta, Cirebonan, Madura dan lainnya.
Tiap pendhok keris mempunyai ukiran yang bervariasi. Ada ukiran alas-alasan dan kembangan seperti yang banyak ditemukan di pendhok-pendhok model Surakarta, ada juga ukiran jlengut seperti yang banyak ditemukan pada model pendhok Yogyakarta gaya klasik. Masing-masing ukiran memiliki makna, kekhasan yang berbeda-beda, dan juga menyimpan keindahan tersendiri.
5. Deder Keris
Deder keris adalah gagang keris memiliki berbagai macam bentuk, bahan pembuatannya juga beragam, mulai dari kayu. logam, gading, tulang hewan, tanduk, sampai fiber. Fungsi deder atau hulu keris adalah sebagai tempat genggaman yang ditancapi besi bilah keris.Bentuk hulu keris mengandung maksud atau harapan tertentu bagi pemakainya.
Hal ini berkaitan dengan kepercayaan yang bersangkutan misalnya, bentuk patung melambangkan kesaktian dan perlindungan, bentuk kelopak bunga atau daun teratai melambangkan ketuhanan atau kesucian, bentuk tokoh wayang melambangkan sifat tokoh yang digambarkan, misalkan tokoh Semar mengandung harapan agar pemakainya bersifat seperti tokoh sepuh Semar. Bentuk hewan melambangkan harapan agar pemakainya mendapat perlindungan dan masih banyak lagi tafsir-tafsir lainnya.
Bentuk ukiran itu bermaksud untuk menambahkan keindahan, kesucian dan kharisma keris. Bentuk ukurin yang paling tua adalah ukiran yang menyatu dengan bilahnya dengan istilah keris Majapahit. Penampilan luar sebuah ukiran mempunyai nilai tersendiri bagi sebuah keris.
Misalnya, ukiran Jengker yaitu ukiran dengan gambaran garis-garis sejajar cincin melingkari ukiran mendapatkan penghargaan lebih dari pada ukiran tanpa jengker. Ada lagi ukiran Kendhit ialah ukiran yang bagian tengahnya dihias dengan cincin Kendhit.
Konon keris dengan ukiran kendhit ini bertuah keselamatan dan bila dipakai pada saat punya hajat, bisa mengikat para tamunya hingga mereka belum pamit pulang bila belum dipersilahkan. .Begitu juga dengan ukiran-ukiran yang batang tubuhnya mengandung mata kayu disebut Unyeng, dinilai memiliki tuah tertentu bagi pemakainya.
6. Mendhok Keris
Mendhok keris adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di pulau Jawa, Bali, dan Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendhok hampir selalu dibuat dari bahan logam, emas, perak, kuningan, atau tembaga.
Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian. Pada zaman dulu ada juga mendhok yang dibuat dari besi berpamor. Selain sebagai hiasan kemewahan, mendhok juga berfungsi sebagai pembatas antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.
7. Tangguh Keris
Tangguh keris arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya.
Karena hanya merupakan perkiraan, me-nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya tangguh Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris dari kedua tangguh itu memang mirip.
Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh keris. Untuk itu perlu belajar dari seorang ahli tangguh, dan mengamati secara cermat ribuan bilah keris dan harus memiliki photographic memory yang kuat.
Memelihara dan ikut melestarikan peninggalan pusaka leluhur bangsa ini perlu diteruskan kepada generasi muda supaya tetap ada sebagai kekayaan budaya bangsa yang tidak terlupakan di tengah-tengah kemajuan teknologi dan informasi saat ini.